Sore
itu, aku terdiam bersama bangku senja. Bangku dimana biasa aku mengilas
kenangan dengan melihat senja yang kemudian pergi tanpa pernah ku meminta.
Sembari
melihatnya pergi, perlahan otakku bekerja, ia kembali mengingatkanku pada tujuh
tahun yang lalu. Kembali mengulas memori yang pernah ku simpan rapat –
rapat dalam selimutku,selimut otakku.
Memori
yang tak pernah bisa kulupakan dalam bingkai kehidupan. Memori yang selalu
tersimpan, terjaga dan tertutup rapat dalam jendela mataku.
Di
balik tepisan cahaya senja yang membentuk bayanganku, kembali aku tersenyum mengingat
memori itu.
Tujuh
tahun lalu, kita masih sering bersama.
Tujuh
tahun lalu, kita masih melukis kenangan untuk hari ini, untuk detik ini.
Tujuh
tahun lalu, kita masih duduk di bangku kelas yang penuh dengan kebahagiaan
tanpa beban.
Dan
Tujuh tahun lalu, aku mengenalmu.
Ku
teringat, dimana kita menikmati kebersamaan dengan ceria. Canda dan tawa pun
seolah mewarnai hari kita yang bermakna. Kita berjalan, kita menggenggam, kita
merasakan.
Kini,
kembali aku menyadari. Mengapa tujuh tahun lalu kita rela berdebat untuk ini?
Ternyata,
kertas dengan sejuta warna tinta yang pernah kita lukiskan bersama, membawa
makna hari ini, membawa cinta hari ini, dan membawa kenangan untuk kita, hari
ini.
Kini,
kembali aku menyadari.Mengapa tujuh tahun lalu kita rela meluangkan waktu
bersama tanpa peduli orang berkata apa tentang kita. Ternyata, ini jawabannya.
Kita sadar bahwa kita akan berpisah, tanpa pernah tau kapan waktu akan
mengulang kembali kisah kita. tanpa pernah tau kapan lagi kita menciptakan
mimpi bersama . tanpa pernah tau kapan lagi kita akan saling menggenggam dalam
kehangatan cinta.. Cinta seorang sahabat.
Beribu
senyum perlahan terlintas dalam keheningan. Aku masih bersama bangku senja. Aku
masih melukis memori indah di masa lalu. Memori yang tak terasa, pergi
meninggalkan segala senyuman dibalik kita. Aku ingin memeluknya, mengambilnya
kembali untukku sekarang, dan menggenggamnya bersama.
Senja
sudah tak terlihat, aku kembali sadar, aku harus pulang. Dan merelakan rindu
akan memori kita terhempas begitu saja tanpa ku tahu harus membawanya kemana.
Aku hanya bisa menulis dalam buku sejarahku, jika kamu pernah bermakna dalam
kehidupanku, jika kamu pernah menjadi kisahku dan akan selalu menjadi
sahabatku, selamanya…
Puisi
ini ku persembahkan untuk sahabatku yang sudah setia bersamaku, Risma Lestari
dan Clara Widya. Terimakasih, sahabat.